Wajah Suram Olahraga Indonesia di SEA Games 2019 Lewat Hoki

Kekalahan dalam pertandingan memang sangat menyakitkan dan semua orang tidak mau mengalaminya. Pasalnya, bukan lah kekalahan yang menyakitkan dan membuat hati kusut, namun di ajang SEA Games, Indonesia gagal bertandingan di cabor Hoki karena mendpatkan penolakan dari Federasi Hoki Asia (AHF).

Penolakan tersebut adalah buntut dari dualism kepengurusan hoki di Indonesia. Menurut laporan yang dilansir dari CNN Indonesia, ada 2 badan yang berdiri di Indonesia yakni FHI (Federasi Hoki Indonesia) dan PB PHSI (Pengurus Besar Persatuan Hoki Seluruh Indonesia).

Adanya Dualisme Kepengurusan 

Sebenarnya masalah dualisme ini sudah terjadi cukup lama juga. Akan tetapi pada tiga gelaran SEA Games, mulai dari tahun 2013, 2015, sampai dengan 2017, dan di Asian Games 2018, hal itu tidak lantas menjadi masalah dalam hal pengiriman atlet dan juga izin bertanding. Dalam kesempatan tersebut yang mengirimkan atlet memang tetap FHI, federasi yang mana diakui oleh KONI/NOC ataupun pemerintah. Akan tetapi, FHI ini tidak terdaftar resmi di FIH (Federation Internationale de Hockey). Federasi yang terdaftar secara resmi adalah PHSI yang malahan tak mendapatkan restu dari KONI/NOC.

Perasaan ‘tak ada masalah’ dalam masalah itu lah yang pada akhirnya menbuat pihak-pihak yang bertanggung jawab pada akhirnya tak kunjung jua menuntaskan masalah utamanya, yaitu dualism federasi. Dan pada akhirnya, para atlet lah yang menjadi korban dan harus mau menanggung kekecewaan. Latihan dan juga hari-hari berat yang dijalaninya berujung dengan kesia-siaan karena mereka tak memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka.

“Hoki ini agak membingungkan. Persoalan mereka ini sudah lama sekali rusuh, tapi kan di SEA Games sebelumnya, bahkan di Asian Games tidak masalah, tapi kenapa ini sekarang dipermasalahkan?” ucap Fritz Simanjuntak, seorang pengamat olahraga dilansir dari CNN Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa hak untuk mengirimkan cabor ke ajang multievent ini sebetulnya menjadi milik NOC (National Olympic Committee). Dalam pelaksanaannya, kemudian NOC juga seharusnya berkoordinasi dengan KONI Pusat untuk bisa menyeleksi cabor-cabor yang dapat diberangkatkan dan dapat memperoleh prestasi.

“Kalau tenis meja saja yang masih dalam dualisme tidak diberangkatkan, kenapa hoki diberangkatkan? Jelas ini bukan dari segi proses penetapan cabor yang diberangkatkan oleh NOC. Koordinasi buruk dari KONI dan NOC pun terulang kembali. Mestinya mereka (hoki) kan anggota KONI, harusnya NOC menanyakan dulu ke KONI seperti apa status kepengurusannya,” ungkapnya lagi.

Ia melanjutkan bahwa persoalannya kemungkinan federasi yang diberangkatkan tak bisa melobi federasi internasionalnya. Jadi, hal-hal yang diprotes FHI tak digubris FIH ataupun AFH. “Padahal SEA Games charter disebut tujuannya untuk mempererat persahabatan-persahabatan Negara-negara di Asia Tenggara. Ini kegagalan dalam berdiplomasi yang mana dilakukan oleh CdM (Chef de Mission) dan NOC kita. Ini lebih ke gagalnya diplomasi pengurus hoki yang berangkat dan CdM. Tragis sekali,” imbuhnya.

Ditolaknya tim hoki Indonesia untuk tampil di SEA Games ini praktis merugikan Negara dari sisi materil. Hal ini slot online dikarenakan dari mulai persiapan para atletnya yang masuk pelatnas sampai dengan keberangkatannya menuju ke Filipina semuanya dibiayai oleh Negara.

Sebelum kisruh tim hoki Indonesia yang tak bisa bertanding, cabor dance sport malahan lebih dulu memunculkan polemic. Kemenangan Dwi Cindy Desyana dan kalungan medali emasnya ternyata tak berdampak pada kontingen Indonesia. Ternyata nomor women breaking yang diikutinya masuk ke laga eksebisi.